Alamat:

1. ) Kantor SKW : Jl. Gawok, No 50 Sebelah Barat Tugu Mayang, Sukoharjo, 2.) Kantor Perwakilan Wilayah: Jl. Pati-Kudus, KM 3,5 Pati

Kontak:

Telpon (0271) 7892950; (0295) 382090 email: ksdajateng.skw1@gmail.com, Portal: skw1surakarta.blogspot.com

Personil:

Kepala Seksi : Johan Setiawan, S. Hut., M. Sc

Sekretariat Surakarta : Minto B, Dyah Arum, Runy Wijayanti, M. Rizal, C. Pujiyem, Suyatni, Bambang Kusumo

Sekretariat Pati : Siti Asiyatun, Deshinta, Fathoni, Ricky

Resort Solo: Joko Triono, Sularno, Wiranto, Amrul,

Resort Karanganyar : Selamet Sukeri, Sumiyarno, Agung BR, Budi, Totok

Resort Semarang : T. Haryono, Sarto, Gunawan, Suyatno, Yatin, Budi, Rimbawanto, Samhudi

Resort Pati Barat : Iwan Santoso, Muali, Budipurwanto, Harsono, Rifan

Resort Pati Timur : Arif S, Imam S, Edi S, Karyatno, Sutris, Heri Gondo, Sri H, Nugroho, Didik, Agus Sudarmono, Karno

Wilayah Kerja:

Wilayah kerja SKW I Surakarta meliputi 19 Kabupaten dan

Kota di Jawa Tengah: Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sragen, Boyolali, SOlo, Salatiga, Ka. Semarang, Kota Semarang, Kendal, Batang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Purwodadi.

Kamis, 30 Oktober 2014

JATI PETRUK CAGAR ALAM DONOLOYO

Disarikan dari berbagai Sumber Oleh Minto Basuki (Pemerhati Konservasi)

Lokasi Tounggak Jati Petruk, Donolyo
Pada jaman para wali sanga, kira-kira abad 15, pada waktu itu Raden Patah penguasa Kerajaan Demak Bintoro berkeinginan mendirikan sebuah masjid. Atas usul Sunan Kalijaga salah satu Wali Songo yang mempunyai kuwajiban siar agama Islam pada waktu itu,  agar saka guru (tiang utama) masjid dibuat dari kayu jati pilihan. Sehingga Raden patah memerintahkan Sunan Kalijaga mencari kayu jati yang bagus untuk bangunan masjid. Mendapat perintah tersebut Sunan Kalijaga dan para santrinya berangkat mencari kayu jati pilihan yang dikehendaki Raden Patah. Perjalanan Sunan Kalijaga dan para santrinya menuju kea rah selatan. Setelah sampai di wilayah Wonogiri, Sunan Kalijaga dan para santrinya mendapat khabar bahwa di wilayah itu memang terdapat ada seseorang yang punya kebun jati pilihan, pohonnya lurus-lurus, kukuh, kuat dan tahan terhadap serangan rayap. Setelah di cari tahu ternyata yang punya kebun jati pilihan tersebut adalah Kiyai Donoloyo, orang yang senang tirakat dan tapa brata.

Ki Ageng Donoloyo (tempat Tonggak Jati Petruk)
Karena belum tahu dimana arah dan letak tempat tinggal Kyai Donoloyo maka Sunan Kalijaga bertanya pada orang-orang di sekitar wilayah tersebut. Namun karena waktu sudah masuk menjelang malam maka Sunan Kalijaga dan para santrinya istirahat di suatu tempat yang terletak di ketinggian yang berupa hutan kecil dengan ditumbuhi banyak pohon jati yang juga cukup baik kualitasnya. Sunan Kalijaga dan para Santrinya bermusyawarah, bagaimana kalau di daerah tersebut di bangun masjid dengan menggunakan kayu jati yang ada di situ. Setelah ditanya pada warga di  sekitar, hutan jati tersebut memang tidak ada yang punya. Pada akhirnya para santri dan Sunan Kalijaga membangun masjid di daerah tersebut yang dibantu para warga yang tinggal disekitar hutan, secara bergotong royong. Demikian juga Sunan Kalijaga melakukan siar agama Islam dengan mengajari para warga shalat dan syariat Islam lainnya. Setelah jaman kemerdekaan, desa itu disebut Desa Wonokerso, yang berasal dari kata wono dan kerso, wono berarti hutan dan kersa berarti ingin atau yang diinginkan oleh Sunan Kalijaga. Jadi desa Wonokersa itu mempunyai makna hutan yang kayu jatinya diinginkan Sunan Kalijaga. Desa tersebut terletak di wilayah Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Menurut cerita bibit pohon jati di desa Wonokersa berasal dari Donoloyo yang terbawa dan tercecer dari tongkatnya Kyai Wonoboyo (konon cerita, Kyai Wonoboyo adalah ipar Kyai Donoloyo yang pada waktu itu mencuri bibit pohon jati Kyai Donoloyo dan dimasukkan melalui tongkatnya).Menurut cerita pula bentuk bangunan masjid di desa Wonokersa itu mirip dengan bangunan masjid Demak.

Sunan Kalijaga dan para Santrinya tinggal di daerah itu untuk beberapa waktu lamanya, hingga pada suatu malam setelah shalat isak, ketika Sunan Kalijaga duduk di serambi masjid, dari kejauhan terlihat sebuah pohon yang tinggi sekali yang tingginya melebihi pohon-pohon di sekitarnya. Melihat hal itu Sunan Kalijaga berpikir dan memperkirakan kalau pohon itu kuat dan berkualitas baik, dan Sunan Kalijaga berkeinginan besok pagi akan ke tempat pohon tinggi itu tumbuh. Malam itu juga Sunan Kalijaga mencari tahu dan bertanya pada warga sekitar dimana keberadaan pohon tinggi itu berada. Sunan Kalijaga bertanya pada warga :”Itu ada pohon tinggi sekali seperti Petruk (salah satu punakawan di dunia pewayangan), dimana tempatnya dan siapa yang punya?”. Pertanyaan Sunan kalijaga dijawab dengan lancer oleh warga di situ karena para warga memang sudah tahu dan hafal, bahwa kayu jati itu miliknya Kyai Donoloyo. Demikian halnya Sunan Kalijaga setelah mendapat jawaban tersebut pada keesokan harinya bersama para Santrinya berpamitan meninggalkan desa itu dengan niat menuju ke tempat tinggal Kyai Donoloyo. Setelah perjalanan beberap waktu lamanya, akhirnya Sunan Kalijaga bertemu dengan Kyai Donoloyo. Sunan Kalijaga menyampaikan maksud dan tujuannya berjalan dari Demak sampai ke wilayah Donoloyo tersebut. Sunan Kalijaga minta ijin kepada Kyai Donoloyo agar bias diberi pohon jati yang paling tinggi yang sudah disebut sebagai “Jati Petruk”. Tahu yang meminta adalah Sunan Kalijaga dan kayu jati itu akan digunakan untuk keperluan yang luhur, yaitu untuk masjid Demak, maka sudah barang tentu Kyai Donoloyo memberikannya. Pohon jati tersebut kemudian ditebang dan dibagi empat agar memudahkan apabila nanti untuk saka guru masjid. Pohon jati tersebut dipindah dari Donoloyo melalui Wonogiri ke Demak dengan cara dihanyutkan melalui sungai Bengawan Solo.

Juru Kunci dan warga yang berziarah
Pada waktu pohon jati itu mau di hanyutkan di Bengawan Solo, Sunan Kalijaga kaget melihat kenyataan yang mengherankan karena potongan kayu jati itu tidak mau hanyut. Ketika kayu jati itu dibawa ke tengah bengawan, tidak berapa lama potongan kayu jati itu kembali ke pinggir bengawan, demikian berulang-ulang terjadi. Melihat kenyataan itu Kyai Donoloyo mendekat dan mengatakan agar potongan kayu jati itu ditunda semalam, baru besoknya dihanyutkan. Malam harinya Kyai Donoloyo menggelar kesenian ledhek (kesenian tradisional di Jawa) semalam suntuk, dan ternyata pagi harinya empat potongan pohon jati tersebut bisa dihanyutkan di Bengawan Solo sampai ke wilayah Demak, dan akhirnya bisa digunakan sebagai saka guru masjid Demak, yang sampai sekarang masih kokoh dan utuh. Karena pohon jati Petruk tadi mempunyai nilai spiritual, maka sampai sekarang masih dikeramatkan oleh beberapa orang yang meyakininya. Pada saat ini tunggak pohon Jati Petruk dan sisa potongan pohonnya, diberi cungkup (rumah kecil biasa digunakan di kuburan (makam) di Jawa dan dikeramatkan sampai dengan saat ini, utamanya para petinggi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan beberapa warga yang masih meyakininya.
Disarikan dari beberapa narasumber oleh Minto Basuki.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar